Anjuk Ladang Tanah Kemenangan

by 00.50 0 komentar

Oleh: Muhamad Rohman Obet
Perayaan peringatan hari jadi Kabupaten Nganjuk telah usai, namun langkah ini harus terus melangkah untuk membawa Kabupaten Nganjuk yang lebih baik. Nganjuk masuk sebagai salah satu jajaran kota tua di Indonesia. Dari berbagai penemuan bukti-bukti sejarah, disekitar tahun 929 M tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret telah terjadi pertempuran antara Mpu Sendok melawan Kerajaan dari Melayu atau Sriwijaya.
Sebelumnya pada setiap pertempuran mulai dari Jawa barat hingga Jawa tengah, Pasukan dari Melayu selalu mendapatkan kemenangan. Pertempuran kemudian berlanjut di daerah yang sekarang kemudian dikenal dengan Kabupaten Nganjuk. Untuk pertama kalinya, Tentara Melayu mengalami kekalahan setelah bertempur melawan pasukan dari Mpu Sendok. Mpu Sendok bersama dengan rakyat desa-desa sekitar berhasil menggempur pasukan dari Kerajaan Melayu atau Sriwijaya. Berkat keberhasilan dari pertempuran tersebut, Mpu Sendok kemudian dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Mpu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa.
Kurang lebih delapan tahun setelah kemenangan dalam pertempuran tersebut, Sri Maharaja Mpu Sendok mendirikan sebuah tugu kemenangan dan sebuah candi. Rakyat desa-desa sekitar yang ikut andil dalam pertempuran diberi hadiah oleh Mpu Sendok berupa desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra : Anjuk Ladang. Anjuk berarti tinggi atau dalam arti simbolis adalah mendapatkan kemenangan yang gemilang. Sedangkan Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman, daerah tersebut kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya sekedar sebuah desa.
Kata Anjuk kemudian berubah menjadi Nganjuk adalah karena proses bahasa atau perubahan morfologi bahasa yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata ini terjadi karena kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” masyarakat Jawa pada kata yang diawali dengan suara vokal. Hal tersebutlah yang menjadikan Anjuk berubah menjadi Nganjuk.
Sejarah senantiasa dijadikan sebagai alat legitimasi, salah satunya adalah dalam penentuan hari jadi kota. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh L.C. Damais angka tahun yang tertera pada prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Saka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Berdasarkan kajian inilah maka tanggal 10 April 937 dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Nganjuk yang diperingati setiap tahunnya.
Nganjuk muncul tercatat dalam sejarah setelah penelitan yang dilakukan terhadap peninggalan-peninggalan sejarah berupa Prasasti dan Candi. Prasasti tersebut memuat tulisan yang berisi mengenai keadaan daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Nganjuk tersebut. Tulisan dari prasasti tersebut menjadi bukti bahwa karya tulis merupakan suatu hal yang sangat penting. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer “Karena Kau Menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi sampai jauh, jauh dikemudian hari”.
Selain Prasasti Anjuk Ladang, terdapat juga peninggalan-peninggalan lain seperti prasasti yang ditemukan di Desa Tanjungkalang Kecamatan Ngronggot yang berangka tahun 849 Saka atau 927 M dan prasasti yang ditemukan di Desa Kujonmanis Kecamatan Tanjunganom yang berangka tahun 856 Saka atau 934 M. Dari prasasti tersebut, Prasasti Anjuk Ladanglah yang kemudian berhasil membawa Nganjuk tercatat dalam Sejarah Indonesia Kuno.
Setelah periode Sri Maharaja Mpu Sendok, keberadaan Nganjuk mengalami masa kesuraman karena tidak ditemukannya peninggalan-peninggalan sejarah. Baru kemudian pada masa Kerajaan Majapahit Nganjuk muncul kembali dalam catatan sejarah. Hal tersebut didasarkan pada peninggalan dari Kerajaan Majapahit berupa Candi tempat penyimpanan abu dari Raja Hayam Wuruk. Candi tersebut dikenal dengan Candi Ngetos sesuai dengan lokasi candi tersebut yaitu di Ngetos. Dalam Kita Negarakertagama karangan dari Mpu Prapanca pada pupuh 77 dan 78 dijelaskan bahwa jumlah desa perdikan atau desa swatantra pada masa Kerajaan Majapahit terdapat sebanyak 200 desa yang salah satu diantaranya adalah Sima Swatantra Anjuk Ladang.
Munculnya Pemerintahan
Berdasarkan akte komisaris daerah-daerah keraton yang telah diambil alih dan ditanda tangani pada tanggal 16 Juni 1831 di Semarang oleh Van Lawick ditunjuk beberapa penguasa pribumi untuk menjadi bupati, yaitu adalah Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo (Kanjeng Jimat) sebagai Bupati Kabupaten Berbek, Raden Toemenggoeng Brotodikoro sebagai Bupati Kabupaten Ngandjoek dan Raden Toemenggoeng Soemodipoero sebagai Bupati Kabupaten Kertosono.
Pada kurun waktu selanjutnya ketiga kabupaten tersebut kemudian dijadikan satu (merger) dengan Kabupaten Berbek. Hal tersebut dapat dilihat dari surat Residen Kediri tanggal 20 September 1852 yang menyebutkan bahwa Kabupaten Berbek meliputi 8 distrik. Kedelapan distrik tersebut adalah Berbek, Godean, Siwalan, Ngandjoek, Gemenggeng, Kertosono, Waroedjayeng dan Lengkong.
Kemudian pada masa Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosroekoesoemo III (1878-1901), Ibu Kota Kabupaten dari Berbek dipindahkan ke Ngandjoek pada Sabtu, 21 Agustus 1880. Perpindahan tersebut terkait dengan pembangunan jalur transportasi yaitu jalur kereta api Surabaya-Solo yang melintasi Ngandjoek. Ibu Kota kemudian dipindahkan dekat dengan jalur transportasi seperti yang dilakukan oleh beberapa kota yang dilintasi oleh De Groote Postweg (Jalan Pos) atau yang sekarang disebut dengan jalur Pantai Utara.  Peristiwa boyongan tersebut kemudian dijadikan sebagai pelengkap peringatan hari jadi Kabupaten Nganjuk dengan arak-arakan dari Kecamatan Berbek (sekarang) menuju Kecamatan Nganjuk.
Selamat Hari Jadi Kabupaten Nganjuk, Tempat Didikan Kecil Yang Indah. Menang-Menanglah Kabupaten Nganjuk, Seperti Arti Dari Anjuk Ladang Yang Berarti Tanah Kemenangan!



0 komentar:

Posting Komentar