Alhamdulillah,
keterbatasan sumber tidak menghalangi untuk mengangkat Marsinah dalam
sebuah tulisan. Semoga menjadi tambahan wawasan akan Pejuang Buruh dari
Nganjuk ini. Selamat Membaca
Marsinah
Hajat besar peringatan Hari Buruh mendekati Klimaks. Buruh-buruh dari berbagai perusahaan datang ke tempat unjuk rasa untuk menyuarakan harapan-harapannya. Harapan tersebut diantaranya untuk menaikkan upah minimum, menyediakan trasnportasi publik bagi para buruh,dll. Namun ditengah ramainya unjuk rasa yang dilakukan oleh Para Buruh tersebut layak kiranya Kita mengenang sosok
Hajat besar peringatan Hari Buruh mendekati Klimaks. Buruh-buruh dari berbagai perusahaan datang ke tempat unjuk rasa untuk menyuarakan harapan-harapannya. Harapan tersebut diantaranya untuk menaikkan upah minimum, menyediakan trasnportasi publik bagi para buruh,dll. Namun ditengah ramainya unjuk rasa yang dilakukan oleh Para Buruh tersebut layak kiranya Kita mengenang sosok
Marsinah merupakan seorang aktifis buruh
asal Nganjuk tepatnya Kecamatan Sukomoro. Marsinah tak kenal lelah dalam
memperjuangkan hak-hak buruh. Dari kegigihannya tersebut Marsinah
mendapat ganjaran yang tidak sepadan. Marsinah dianggap sebagai ancaman
oleh para Pengusaha. Perjuangannya juga mendapat tekanan dari Pemerintah
melalui militer. Marsinah ditemukan tewas di Gubuk tengah sawah di
daerah Wilangan, Nganjuk. Disinyalir pelaku pembunuhan tersebut adalah
Kodim Sidoarjo, karena sehari sebelum menghilang Marsinah mendatangi
Kodim Sidoarjo.
Pada saat itu dua belas temannya dipanggil Kodim Sidoarjo dan dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat Mereka bekerja. Marsinah melayangkan protes keras terhadap hal tersebut. Dua belas rekannya ditangkap dan ditekan secara fisik maupun psikologis untuk menandatangani surat Pemberhentian Hak Kerja (PHK). Sebelumnya pada tanggal 3-4 Mei, Marsinah mengadakan unjuk rasa dan pemogokan kerja. Aksi tersebut berakibat pada di PHK-nya tiga belas buruh.
Tuntutan Marsinah tersebut dikarenakan PHK yang dilakukan tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. PHK tersebut dijalankan atas kehendak Kodim. Mengetahui hal tersebut, Marsinah hendak mengadukan Kodim ke Pengadilan.
Pada saat itu dua belas temannya dipanggil Kodim Sidoarjo dan dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat Mereka bekerja. Marsinah melayangkan protes keras terhadap hal tersebut. Dua belas rekannya ditangkap dan ditekan secara fisik maupun psikologis untuk menandatangani surat Pemberhentian Hak Kerja (PHK). Sebelumnya pada tanggal 3-4 Mei, Marsinah mengadakan unjuk rasa dan pemogokan kerja. Aksi tersebut berakibat pada di PHK-nya tiga belas buruh.
Tuntutan Marsinah tersebut dikarenakan PHK yang dilakukan tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. PHK tersebut dijalankan atas kehendak Kodim. Mengetahui hal tersebut, Marsinah hendak mengadukan Kodim ke Pengadilan.
Memang sampai saat ini gerakan para aktifis buruh juga
tak terlepas dari berbagai tekanan dari anggota militer. Sampai saat ini
tidak ada keseriusan Pemerintah dalam menjerat pembunuh Marsinah.
Pemerintah kurang tegas dalam menyelesaikan kasus-kasus yang terkait
dengan HAM dan Hak-hak Perempuan. Marsinah merupakan gambaran buruh yang
menjadi korban kolaborasi antar Pengusaha dan Militer. Peradilan memang
pernah dilakukan dalam kasus ini, namun terkesan menutup-nutupi
keterlibatan Militer yang berkolaborasi dengan pengusaha dan ada kesan
untuk membuat kasus Marsinah menjadi berlarut-larut. Kasus ini menjadi
isu Nasional bahkan Internasional. Sempat ada tekanan dari Komunitas
Internasional untuk pengusutan tuntas kasus tersebut. Namun setelah lima
bulan berjalan kasus tersebut belum terselesaikan.
Jasad Marsinah
ditemukan pada tanggal 9 Mei 1993 di sebuah gubuk tengah sawah dekat
hutan jati yang terdapat di Dusun Jegong, Desa Wilangan, Kabupaten
Nganjuk. Setelah sebelumnya menghilang pada tanggal 5 Mei 1993 akibat
aktif dalam pemogokan buruh PT Catur Putra Surya. PT Catur Putra Surya
merupakan sebuah perusahaan Arloji. Marsinah ditemukan dengan keadaan
penuh luka yang diduga akibat penyiksaan yang dialaminya sebelum
akhirnya meninggal.
Hal tersebut seharusnya menjadi cambuk bagi
Pemerintah untuk lebih tegas dalam menindak kasus yang berkaitan dengan
HAM. Mengingat di Indonesia hukum masih belum bisa mencermikan suatu
keadilan. Hukum sangat tajam ke bawah dilain sisi tumpul ke atas.
Orang-orang kalangan atas dengan mudahnya mempermainkan hal tersebut.
Semoga Kasus Marsinah menemui titik terang dan kegigihannya menjadi
semangat bagi Orang-orang yang berjuang demi keadilan.
Penulis : Muhamad Rohman Obet
Sumber :
-Maruli Tua Rajagukguk & Wirdan Fauzi, Catatan Hitam Militer dan 16 Tahun Reformasi di Sektor Perburuhan
-Jam-Jam Marsinah Menghilang: Represi dan Resistensi, Prisma 4 April 1994, hlm. 71-72
-Respons Militer Terhadap Gerakan Pro Demokrasi, hlm. 139-140

0 komentar:
Posting Komentar