Sejarah Nganjuk

by 03.24 0 komentar

KABUPATEN NGANJUK
Nganjuk berasal dari Anjuk Ladang yang berarti tanah kemenangan. Berdasarkan temuan prasasti Anjuk Ladang di Candi Lor, Desa Candi Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk pada tahun 859 saka atau 937 Masehi yang merupakan Candi yang dibuat pada masa Empu Sendok Raja dari Kerajaan Medang Mataram yang merupakan ayah dari Airlangga pendiri Kerajaan Kahuripan. Prasasti Anjuk ladang berisi tentang penetapan tanah sawah di Desa Anjuk Ladang sebagai Sima Swatantra dan persembahan kepada bathara di Sang Hyang Prasada, serta pembangunan sebuah tugu kemenangan Jayastambha.
Tugu yang dijadikan simbol kemenangan melawan serangan Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan peta Jawa timur pada tahun 1811 yang terdapat pada buku tulisan Peter Carey yang berjudul “Orang Jawa dan Masyarakat China (1755-1825)”,Penerbit Pustaka Azet, Jakarta, 1986; diperoleh gambaran tentang daerah Nganjuk. Dalam peta tersebut daerah Nganjuk dibagi menjadi 4 yaitu Nganjuk, Berbek, Godean dan Kertosono merupakan daerah kekuasaan Belanda dan Kasultanan Yogyakarta, Sedangkan Nganjuk merupakan mancanegara Kasunanan Surakarta. Sejak Perjanjian Sepreh pada 4 Juli 1980, maka semua kabupaten di Nganjuk (Berbek, Kertosono, dan Nganjuk) berada di bawah kekuasaan Nederlansch Gouverment.
Alur sejarah Kabupaten Nganjuk berangkat dari Kabupaten Berbek. Berbek merupakan cikal bakal Kabupaten Nganjuk. Dikatakan cikal bakal karena Kabupaten Nganjuk merupakan alur sejarah dari keberadaan Kabupaten Berbek dibawah bupati pertama Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1 atau Kanjeng Djimat. Pada masa pemerintahannya beliau berhasil membangun masjid yang bercorak Hindu Islam yang bernama Masjid Al-Mubarok dan Makam beliau pun berada di kompleks Masjid Al-Mubarok tersebut.
Setelah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesomo meninggal pada tahun 1760 sebagai penggantinya adalah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo. Pada tahun 1811, Kabupaten Berbek pecah menjadi 2, yaitu kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai Bupati Godean adalah Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo II.
Sebagai tindak lanjut perjanjian Sepreh tahun 1830, tentang adanya rencana penataan kembali daerah-daerah dibawah kekuasaan Nederlansch Gouverment ditetapkan bahwa Kabupaten Godean digabung dengan Kabupaten Berbek. Setelah itu Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo II ditunjuk sebagai Bupati Kabupaten Berbek. Godean berubah statusnya menjadi Distrik Godean bersama dengan Distrik Siwalan menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Berbek.
Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo meninggal pada 27 agustus 1852 dikarenakan penyakit paru-paru yang beliau derita. Yang ditunjuk sebagai penggantinya adalah Raden Ngabehi Pringgodikdo yang bukan termasuk garis keturunan dari Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo II. Raden Ngabehi Pringgodikdo dipilih karena putra-putra Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo II dianggap belum mampu untuk memegang jabatan sebagai Bupati.
Selain itu Raden Ngabehi Pringgodikdo dinilai lebih cakap, berbudi pekerti yang baik dan lebih mempunyai pengalaman daripada kandidat lain yang diusulkan, sehingga dianggap mampu untuk menggantikan Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo sebagai Bupati Kabupaten Berbek. Pengangakatan Raden Ngabehi Pringgodikdo sebagai Bupati Kabupaten Berbek ditetapkan dengan surat keputusan Gubernur Jendral Nederlansch Hindia di Batavia 25 November 1852.
Pada masa itu Kabupaten Berbek meliputi Berbek, Godean, Siwalan (Asli Kabupaten Berbek), Ngandjoek, Gemenggeng (Berasal dari Kabupaten Ngandjoek), Ketosono, Waroedjajeng & Lengkong (Berasal dari Kabupaten Kertosono).
Raden Ngabehi Pringgodikdo menjabat sampai tahun 1866. Penggantinya adalah Raden Ngabehi Soemowilojo pada tanggal 3 September 1886. Raden Ngabehi Soemowilojo meninggal pada 22 Februari 1878. Untuk mengganti jabatan Bupati yang kosong tersebut diangkatlah Raden kanjeng Toemenggoeng Sosrokoesoemo III sebaga Bupati Kabupaten Berbek.
Pada masa Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo III inilah terjadi peristiwa penting bagi perjalan sejarah pemerintahan di Nganjuk hingga saat ini. Peristiwa tersebut adalah perpindahan pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk. Hingga saat ini peristiwa tersebut selalu diperingati dengan karnaval mulai dari Berbek sampai ke Nganjuk pada saat perayaan hari jadi Kabupaten Nganjuk.
Pada tanggal 28 September 1900, Raden Mas Adipati Sosrokoesoemo III menderita sakit terus-menerus sehingga mengajukan diri untuk diberhentikan. Selanjutnya Pemerintah Hindia Belanda mengangkat Raden Mas Sosro Hadikoesoemo sebagai Bupati. Berikut adalah nama-nama Bupati Kabupaten Nganjuk setelah Raden Mas Sosro Hadikoesoemo :
1936 - 1952 : R.T.A. Prswiro Widjojo
1943 - 1947 : R. Mochtar Praboe Maangkoenegoro
1947 - 1949 :Mr.R.Iskandar Gondowardjojo
1949 - 1951 : R.M.Djojokoesoemo
1951 -1955 : K.I Soeroso Atmohadiredjo
1955 -1958 : M. Abdoel Sjukur Djojodiprodjo
1958 -1960 : M. Poegoeh Tjokrosoemarto
1960 -1968 : Soendoro Hardjoamodjojo, SH
1968 - 1943 : Soeprapto,BA
1973 - 1978 : Soeprapto,BA
1978 - 1983 : Drs.Soemari
1983 - 1988 : Drs.ibnu Salam
1988 - 1993 : Drs.ibnu Salam
1933 – 1998 : Drs.Soetrisno R
1998 - 2003 : Drs.Soetrisno R, M.Si
2003 – 2008 : Ir. Siti Nurhayati, MM
2008 – Sekarang : Drs.H. Taufiqurrahman
Di Nganjuk terdapat sebuah club sepak bola kebanggaan Masyarakat Nganjuk bernama Persenga (Akronim dari Persatuan Sepak Bola Nganjuk). Persenga merupakan mantan tim Divisi Utama Liga Perserikatan PSSI era 70-an. Persenga Nganjuk mempunyai julukan Laskar Singo Barong. Musim 2013 Persenga berhasil berada di Peringkat keempat Divisi Utama LPIS, Namun di musim selanjutnya Persenga berhenti ditengah jalan dikarenakan krisis finansial dan dualisme yang melanda sehingga turun ke Kasta Divisi 1.
Bawang merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Nganjuk. Bahkan di lingkup Jawa timur produksinya menempati urutan pertama, mengalahkan probolinggo dan kediri. Namun bila dibandikan dengan Brebes Nganjuk belumlah seberapa.
Budidaya bawang dapat dijumpai hampir disetiap kecamatan di Kabupaten Nganjuk, tetapi sentranya ada di lima kecamatan yaitu Kecamatan Rejoso, Kecamatan Wilangan, Kecamatan Bagor, Kecamatan Gondang dan Kecamatan Sukomoro. Diantara beberapa Kecamatan tersebut Kecamatan Rejoso merupakan penghasil bawang yang paling besar di Kabupaten Nganjuk.
Pangsa pasar bawang merah Nganjuk tergolong luas. Di Pulau Jawa komoditas ini telah merambah Jakarta, Bandung, Serang, Brebes, Cirebon, Semarang, Purwokerto, dan Surabaya. Bahkan hingga ke luar pulau seperti Pulau Bali, Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera khususnya Palembang.
Perekonomian di Nganjuk tidak hanya ditunjang oleh hasil dari Pertanian saja. Ada pula sektor-sektor lain seperti perdagangan, hotel, restoran dll. Dunia perdagangan di Kabupaten Nganjuk memang belum diramaikan oleh Pedagang-Pedagan besar. Mereka bergerak dibidang usaha yang masih ada kaitannya dengan pertanian dan tersebar di Ibu Kota Kabupaten serta di Kecamatan Kertosono.
Di Kabupaten Nganjuk juga terdapat banyak obyek wisata. Seperti Air Terjun Sedudo yang menjadi andalan Kabupaten Nganjuk. Sedudo hanyalah salah satu dari sembilan air terjun yang terdapat di lereng Gunung Wilis tepatnya di Kecamatan Sawahan. Hotel dan restoran yang ikut berkembang mengiringinya mampu menyumbang perekonomian Kabupaten Nganjuk.
Dalam kesenian, Tayub merupakan kesenian khas Kabupaten Nganjuk. Pada Desember 1985, Pemerintah Kabupaten Nganjuk bersama penggiat kesenian mendirikan perkumpulan (himpunan pramugari, waranggana, dan pengrawit) Langen Bekso dengan tujuan lebih menertibkan organisasi serta koordinasi kegiatan seni tersebut.
Namun saat ini dari sekitar 50 Waranggana, hanya 18 yang masih aktif berpentas. Selain itu, kebanyakan tidak bisa lagi dibilang muda lantaran berada di usia 25-40 tahun dan kebanyakan sudah berkeluarga.
Bahkan Wisuda waranggana yang digelar setiap tahun justru diikuti oleh waranggana senior yang sebelumnya pernah diwisuda. Keadaan ini berbeda dengan kondisi sekitar lima dasawarsa sebelumnya. Kesenian tayub mengalami masa kejayaan pada tahun 40-an hingga 60-an.
Saat itu Waranggan di Kabupaten Nganjuk sekitar 400 orang tersebar di hampir setiap kecamatan. Itu belum termasuk pengrawit atau pemain gamelan. Kesenian Tayub mulai marak dan berkembang pada tahun 1948 dengan hadirnya seorang pelatih andal kesenian Tayub, Sastrosandyo dan Sungkono yang berasal dari Desa Senjayan Kecamatan Gondang.
Kesenian ini mulai kehilanggan popularitas ketika banyak penari dan pengrawit yang dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia. Sejak itu popularitas tayub asal Nganjuk mulai pudar. Walau kemudian digiatkan pada era Pemerintahan Orde Baru, Namun tidak lagi mampu meraih masa kejayaannya kembali.
Jika dulu Tayub berhadapan dengan masalah politik, kini kesenian tayub harus bergulat dengan maraknya budaya populer yang semakin diperkuat melalui media-media elektornik.

0 komentar:

Posting Komentar