Tampilkan postingan dengan label nganjuk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nganjuk. Tampilkan semua postingan
Oleh : Muhamad Rohman Obet
Kota kolonial merupaka kota yang tumbuh bersamaan dengan munculnya kolonialisme Eropa di negara-negara dunia ketiga, terutama di Asia dan Afrika. Kota kolonial dikembangkan oleh para pendatang dari Eropa di tempat kolonialisasi mereka. Pada tahapan selanjutnya berkembang menjadi pusat pemerintahan kolonial. Kota-kolonial awalnya dikembangkan sebagai kota dagang dengan pendirian gudang-gudang dan kantor-kantor dagang.
Menurut McGee, terdapat tiga ciri dari kota kolonial yaitu pemukiman yang sudah stabil, terdapat garnisun dan pemukiman pedagang yang merupakan tempat kontak dagang, serta tempat penguasa-penguasa kolonial mengadakan perjanjian dengan penguasa-penguasa pribumi.[1] Ciri penting lain dari kota kolonial adalah lokasinya yang berdekatan dengan jalur transportasi air baik laut maupun sungai. Hal tersebut guna kemudahan dalam pengangkutan barang komoditi.
Keberadaan kota kolonial yag dekat dengan jalur transportasi air seperti laut juga terkait dengan kedatangan mereka yang menggunakan kapal. Dengan penggunaan kapal sebagai alat transportasi tentunya akan membawa mereka menuju kota-kota pelabuhan. Ditempat berlabuh tersebutlah kemudian mereka membangun kota sebagai basis pemukiman, perdagangan, serta pusat pemerintahan. Ciri penting lain dari kota kolonial adalah terdapatnya pemusatan-pemusatan berdasarkan etnis yang merupakan bagian dari kebijakan pemerintah kolonial.
Kota kolonial juga dibangun oleh kolonial dengan gaya bangunan Eropa. Bangunan-bangunannya antara lain adalah pos-pos perdagangan, benteng militer, dan kota benteng, Sehingga benteng menjadi ciri penanda lain dari kota kolonial. Benteng tersebut juga sekaligus berfungsi sebagai pertahanan. Ciri lain dari kota kolonial adalah adanya perencanaan kota yang cukup baik, sehingga secara fisik kota-kota kolonial memiliki struktur yang lebih rapi dan teratur. Seperti contoh ketika pembangunan Kota Batavia, Belanda mempersiapkan terlebih dahulu rencana yang disebut dengan Plan de Batavia.
Kota-kota yang berada di tepi pantai biasanya dibuat berdasarkan pola berkotak-kotak dengan jalan dan kanal sebagai batas antar blok. Rencana tersebut didasarkan sebagaimana kota-kota di Belanda. Kanal-kanal dimanfaatkan sebagai jalur transportasi. Hal tersebut dapat dilihat seperti di Kota Batavia, Surabaya, Palembang dan beberapa kota lain yang berada di muara sungai besar.
Pada 1855 dibentuk Direktorat Pekerjaan Umum yang mandiri dengan nama Burgerlijke Openbare Werken. Lembagai ini banyak melatih para arsitek sipil dan mengerjakan berbagai pekerjaan sipil di Perkotaan terutama bangunan perkantoran dan sarana kepentingan umum lainnya seperti pasar, rumah sakit, sekolah, sarana olahraga, makam, mercusuar dan lain-lain. Dengan kata lain, BOW bertugas mengerjakan rancangan pengembangan kota dan membangun berbagai fasilitas umum di kota.
Puncak dari perencanaan kota-kota di Indonesia pada masa kolonial terjadi beberapa saat setelah diberlakukannya undang-undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) pada 1903. Berdasarkan undang-undang tersebut dibentuklah kota-kota otonom yang menyelenggarakan pemerintahannya secara mandiri, tidak tergantung pemerintah pusat di Batavia. Kota-kota otonom kemudian diberi status gemeente yang sekarang dikenal dengan Kotamadya. Pada periode berikutnya kemudian berkembang menjadi stadsgemeente. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut maka pemerintah kota diberi keleluasaan untuk mengembangkan kotanya. Mereka berlomba-lomba dalam memperindah kota dengan dibantu oleh para arsitek dan para perancang kota.
Kota kolonial menampung masyarakat yang beragam. Mereka kemudian dikotak-kotakkan berdasarkan perbedaan ras atau warna kulit.[2] Segresi ras atau perbedaan tempat tinggal yang didasarkan oleh warna kulit didesain oleh pemerintah kolonial. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari kepentingan yang menyertainya yaitu kepentingan untuk mengontrol serta dengan alasan untuk menghindari terjadinya konflik.
Penduduk kota dibuat berlapis-lapis berdasarkan latar belakang etnis. Lapisan pertama adalah orang-orang Eropa, lapisan kedua adalah dari bangsa Timur Asing seperti Cina, Arab, India, Jepang dll, dan lapisan ketiga adalah orang-orang pribumi. Pembagian tersebut merupakan hasil pemisaha yang dilakukan oleh pemerintah kolonial belanda sebagaimana tercantum dalam Regerings Reglement tahun 1854.[3]  Dengan kebijakan tersebut maka di kota-kota terbentuklah kawasan khusus untuk orang-orang Eropa, kawasan Pecinan (Chinese Kamp) yang dihuni para pendatang dari Cina, kawasan Kampung Melayu (Malaise Kamp), dan kawasan perkampungan Arab (Arabische Kamp).
Kota kolonial sengaja dibangun oleh Pemerintah Kolonial dalam rangka membuat senyaman mungkin bagi mereka yang tentunya berorientasi pada kepentingan barat. Kota kolonial mengalami perubahan yang amat drastis ketika Indonesia merdeka. Di beberapa kota bahkan simbol-simbol kolonial hilang akibat penghancuran dengan alasan simbol tersebut mengingatkan penghuni kota atas masa-masa kelam ketika kolonialisasi.
Terdapat beberapa fungsi terkait dengan keberadaan kolonial diantaranya adalah sebagai pusat pemerintahan, percampuran budaya, pusat aktifitas perekonomian, pusat pendidikan dan masih banyak lagi.




[1] T.G. McGee, The Southeast Asian City: A Social Geography of the Primate Cities of Southeast Asia, (London: G.Bell and Sons, Ltd., 1967), hlm. 43
[2] Brenda S.A. Yeoh, Contesting Space: Power Relations and the Urban Built Environment in Colonial Singapore, (Singapore: Oxford University Press, 1996), hlm. 1
[3] Andjarwati Noordjanah, Komuniats Tionghoa di Surabaya, (Yogyakarta: Ombak, 2010), hlm. 11

Oleh : Muhamad Rohman Obet

Hari jadi Kota Surabaya ditetapkan berdasar pada keberhasilan Raden Wijaya dalam mempecundangi Pasukan Mongol di daerah Ujung Galuh (Surabaya). Istilah Surabaya sendiri berasal dari kata Chura Baya yang terdapat pada prasasti Trowulan I yang berangka tahun 1358.
Namun dalam perkembangannya sebagian kalangan berpendapat bahwa simbol-simbol tersebut dianggap berlebihan. Perjuangan Raden Wijaya mempencundangi Pasukan Mongol dianggap sebagai buah dari kelicikan, karena pada awalnya Pasukan Mongol merupakan sekutu dari Raden Wijaya dalam melakukan pemberontakan kepada Jayakatwang yang merupakan seorang Bupati Gelanggelang (Sekarang Kediri) yang berhasil mengambil alih Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, Sehingga terdapat dua pendapat mengenai hal ini. Sebagian kalangan menganggap bahwa Keberhasilan Raden Wijaya merupakan bentuk kepahlawan, Sebagian lagi mengaggap bahwa Keberhasilan Raden Wijaya merupakan bentuk pengkhianatan.
Sah-sah saja apabila sebagian orang mengaggap hal tersebut sebagai bentuk kepahlawanan, Karena Kerajaan Mongol pada masa tersebut merupakan salah satu kerajaan terkuat pada abad ke-13 M. Tercatat hanya Raden Wijaya yang berhasil mempecundangi Pasukan Mongol. Pada masa kejayaannya wilayah dari Kerajaan Mongol melebihi wilayah kekuasaan semua penguasa yang pernah tercatat dalam sejarah, bahkan melebihi wilayah kekuasaan Alexander dan Khalifah-khalifah Islamiyah.
Sampai-sampai pada masa tersebut hanya mendengar nama Kerajaan Mongol, Kerajaan-kerajaan yang akan diserbu langsung gemetar. Beberapa Kerajaan langsung kalah pada hari pertama kedatangan Pasukan Mongol, bahkan ada Kerajaan yang langsung menyerah.
Pada masa kejayaannya wilayah Kerajaan Mongol meliputi Rusia, Asia Tengah, Cina, Manchuria, Irak, Parsi, Polandia, Tibet, dan Asia Tenggara. Pasukan Mongol mempunyai kemampuan berperang diatas rata-rata, Sehingga menjadi terkenal pada masanya.
Dalam sederetan penaklukan kerajaan-kerajaan yang dilakukan oleh Pasukan Mongol terdapat kerajaan yang dengan nekat berani menantang kerajaan Mongol. Kerajaan tersebut berada di Pulau Jawa yaitu Kerajaan Singosari yang pada saat itu dipimpin oleh Kertanegara yang merupakan mertua dari Raden Wijaya.
Ketika pada tahun 1289 Kerajaan Singosari didatangi oleh Meng Ki yang merupakan utusan langsung dari Kaisar Kubilai Khan yang menjadi Raja dari Kerajaan Mongol untuk tunduk kepada Kerajaan Mongol, Kertanegara justru memotong telinga utusan dari Kerajaan Mongol tersebut dan menyuruhnya untuk pulang.
Menyadari tindakannya akan dibalas dan cepat atau lambat akan berhadapan dengan Pasukan dari Kerajaan Mongol, Kertanegara memperluas kekuasaannya. Pada masa kejayaannya wilayah kekuasaan Kerajaan Singosari meliputi Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali dan Gurun (Maluku).
Sayangnya karena terlalu sibuk mengirim pasukan untuk memperluas wilayah justru Kerajaan Singosari lengah dalam pertahan di dalam negeri sendiri, sehingga pada tahun 1292 yaitu 3 tahun paska insiden pemotongan telinga dari utusan Kerajaan Mongol, Jayakatwang seorang bupati dari Gelanggelang (Sekarang Kediri) melakukan pemberontakan dan membunuh Kertanegara.
Jayakatwang sendiri sebenaranya merupakan keluarga dari Kertanegara, Namun akibat dendam turun-menurun yang diwariskan oleh masa lalu, Jayakatwang memutuskan untuk memberontak dan mengkudeta Kertanegara dari singgasana Kerajaan Singosari.
Jayakatwang tidak tahu bahwa dia harus mewarisi permusuhan dari kudeta yang dilakukannya tersebut. Jayakatwang tidak menduga bahwa akan mewarisi permusuhan dengan Kerajaan Mongol, Selain itu Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Kertanegara juga memendam dendam akibat kudeta yang dilakukan oleh Jayakatwang.
Pada tahun 1293 yaitu empat tahun setelah insiden pemotongan telinga, Pasukan Mongol datang ke Jawa dengan tujuan untuk membalas tindakan dari Kertanegara yang telah memotong telinga utusan Kerajaan Mongol sekaligus menghancurkan Kerajaan Singosari.
Ketidaktahuan Pasukan Mongol dengan kudeta yang telah dilakukan oleh Jayakatwang dimanfaatkan oleh Raden Wijaya. Raden Wijaya membantu Pasukan Mongol dalam penyerbuannya ke Singosari dan berhasil menumbangkan Jayakatwang.
Setelah kemenangan tersebut Pasukan Mongol berpesta pora dengan mabuk-mabukan. Raden Wijaya yang tidak ingin Jawa dikuasai oleh Kerajaan Mongol mencari keuntungan dari Pasukan Mongol yang sedang mabuk. Raden Wijaya menumpas dan berhasil mempencundangi Pasukan Mongol karena Pasukan Mongol tidak menduga akan terjadi serangan.

Penyerangan tersebut terjadi pada tahun 1293 di Ujung Galuh (Sekarang Surabaya) dan dijadikan dasar sebagai hari jadi Kota Surabaya. Dengan strateginya Raden Wijaya berhasil mengalahkan Pasukan Mongol yang dianggap sebagai kekuatan terkuat di dunia pada abad ke 13 tersebut. Lantas anggapan pengkhianatan atas tindakan Raden Wijaya ini tergantung pada perspektif masing-masing, Karena pada dasarnya Raden Wijaya tidak ingin tanah jawa dikuasai oleh Pasukan dari Kerajaan Mongol. 

Oleh: Muhamad Rohman Obet
Perayaan peringatan hari jadi Kabupaten Nganjuk telah usai, namun langkah ini harus terus melangkah untuk membawa Kabupaten Nganjuk yang lebih baik. Nganjuk masuk sebagai salah satu jajaran kota tua di Indonesia. Dari berbagai penemuan bukti-bukti sejarah, disekitar tahun 929 M tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret telah terjadi pertempuran antara Mpu Sendok melawan Kerajaan dari Melayu atau Sriwijaya.
Sebelumnya pada setiap pertempuran mulai dari Jawa barat hingga Jawa tengah, Pasukan dari Melayu selalu mendapatkan kemenangan. Pertempuran kemudian berlanjut di daerah yang sekarang kemudian dikenal dengan Kabupaten Nganjuk. Untuk pertama kalinya, Tentara Melayu mengalami kekalahan setelah bertempur melawan pasukan dari Mpu Sendok. Mpu Sendok bersama dengan rakyat desa-desa sekitar berhasil menggempur pasukan dari Kerajaan Melayu atau Sriwijaya. Berkat keberhasilan dari pertempuran tersebut, Mpu Sendok kemudian dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Mpu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa.
Kurang lebih delapan tahun setelah kemenangan dalam pertempuran tersebut, Sri Maharaja Mpu Sendok mendirikan sebuah tugu kemenangan dan sebuah candi. Rakyat desa-desa sekitar yang ikut andil dalam pertempuran diberi hadiah oleh Mpu Sendok berupa desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra : Anjuk Ladang. Anjuk berarti tinggi atau dalam arti simbolis adalah mendapatkan kemenangan yang gemilang. Sedangkan Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman, daerah tersebut kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya sekedar sebuah desa.
Kata Anjuk kemudian berubah menjadi Nganjuk adalah karena proses bahasa atau perubahan morfologi bahasa yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata ini terjadi karena kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” masyarakat Jawa pada kata yang diawali dengan suara vokal. Hal tersebutlah yang menjadikan Anjuk berubah menjadi Nganjuk.
Sejarah senantiasa dijadikan sebagai alat legitimasi, salah satunya adalah dalam penentuan hari jadi kota. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh L.C. Damais angka tahun yang tertera pada prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Saka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Berdasarkan kajian inilah maka tanggal 10 April 937 dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Nganjuk yang diperingati setiap tahunnya.
Nganjuk muncul tercatat dalam sejarah setelah penelitan yang dilakukan terhadap peninggalan-peninggalan sejarah berupa Prasasti dan Candi. Prasasti tersebut memuat tulisan yang berisi mengenai keadaan daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Nganjuk tersebut. Tulisan dari prasasti tersebut menjadi bukti bahwa karya tulis merupakan suatu hal yang sangat penting. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer “Karena Kau Menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi sampai jauh, jauh dikemudian hari”.
Selain Prasasti Anjuk Ladang, terdapat juga peninggalan-peninggalan lain seperti prasasti yang ditemukan di Desa Tanjungkalang Kecamatan Ngronggot yang berangka tahun 849 Saka atau 927 M dan prasasti yang ditemukan di Desa Kujonmanis Kecamatan Tanjunganom yang berangka tahun 856 Saka atau 934 M. Dari prasasti tersebut, Prasasti Anjuk Ladanglah yang kemudian berhasil membawa Nganjuk tercatat dalam Sejarah Indonesia Kuno.
Setelah periode Sri Maharaja Mpu Sendok, keberadaan Nganjuk mengalami masa kesuraman karena tidak ditemukannya peninggalan-peninggalan sejarah. Baru kemudian pada masa Kerajaan Majapahit Nganjuk muncul kembali dalam catatan sejarah. Hal tersebut didasarkan pada peninggalan dari Kerajaan Majapahit berupa Candi tempat penyimpanan abu dari Raja Hayam Wuruk. Candi tersebut dikenal dengan Candi Ngetos sesuai dengan lokasi candi tersebut yaitu di Ngetos. Dalam Kita Negarakertagama karangan dari Mpu Prapanca pada pupuh 77 dan 78 dijelaskan bahwa jumlah desa perdikan atau desa swatantra pada masa Kerajaan Majapahit terdapat sebanyak 200 desa yang salah satu diantaranya adalah Sima Swatantra Anjuk Ladang.
Munculnya Pemerintahan
Berdasarkan akte komisaris daerah-daerah keraton yang telah diambil alih dan ditanda tangani pada tanggal 16 Juni 1831 di Semarang oleh Van Lawick ditunjuk beberapa penguasa pribumi untuk menjadi bupati, yaitu adalah Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo (Kanjeng Jimat) sebagai Bupati Kabupaten Berbek, Raden Toemenggoeng Brotodikoro sebagai Bupati Kabupaten Ngandjoek dan Raden Toemenggoeng Soemodipoero sebagai Bupati Kabupaten Kertosono.
Pada kurun waktu selanjutnya ketiga kabupaten tersebut kemudian dijadikan satu (merger) dengan Kabupaten Berbek. Hal tersebut dapat dilihat dari surat Residen Kediri tanggal 20 September 1852 yang menyebutkan bahwa Kabupaten Berbek meliputi 8 distrik. Kedelapan distrik tersebut adalah Berbek, Godean, Siwalan, Ngandjoek, Gemenggeng, Kertosono, Waroedjayeng dan Lengkong.
Kemudian pada masa Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosroekoesoemo III (1878-1901), Ibu Kota Kabupaten dari Berbek dipindahkan ke Ngandjoek pada Sabtu, 21 Agustus 1880. Perpindahan tersebut terkait dengan pembangunan jalur transportasi yaitu jalur kereta api Surabaya-Solo yang melintasi Ngandjoek. Ibu Kota kemudian dipindahkan dekat dengan jalur transportasi seperti yang dilakukan oleh beberapa kota yang dilintasi oleh De Groote Postweg (Jalan Pos) atau yang sekarang disebut dengan jalur Pantai Utara.  Peristiwa boyongan tersebut kemudian dijadikan sebagai pelengkap peringatan hari jadi Kabupaten Nganjuk dengan arak-arakan dari Kecamatan Berbek (sekarang) menuju Kecamatan Nganjuk.
Selamat Hari Jadi Kabupaten Nganjuk, Tempat Didikan Kecil Yang Indah. Menang-Menanglah Kabupaten Nganjuk, Seperti Arti Dari Anjuk Ladang Yang Berarti Tanah Kemenangan!



 Oleh : Doni Pebruwantoro

Hari ini adalah tanggal 6 april yang diperingati sebagai hari nelayan. Saya ucapkan banyak terimakasih kepada para nelayan Indonesia atas jasa mereka yang telah menyumbangkan banyak devisa negara meskipun hidup mereka pas-pasan. Mungkin bukan hanya guru saja yang dibilang pahlawan tanpa tanda jasa dan bukan hanya TKI/TKW yang dibilang pahlawan devisa negara, mereka para nelayan adalah pahlawan tanpa tanda jasa sekaligus pahlawan devisa negara.
Luas negara Indonesia sebagian besar adalah perairan yang mencapai 70% dari total seluruh wilayah Indonesia, oleh karena itu Indonesia merupakan negara poros maritim terbesar di dunia. Ikan adalah salah satu harta karun yang tersimpang di dalam tumpukan air laut. Menurut data FAO 2014 hasil tangkapan ikan nelayan Indonesia hampir mencapai 5,5 juta ton pada tahun 2012. Akan tetapi ironis rasanya jika kita melihat kehidupan sehari-hari nelayan di pesisir pantai, jauh dari kata mewah dan hedonisme. Kemudian kemana larinya uang hasil tangkapan ikan sebanyak 5,5 juta ton tadi? Apakah hanyut ditelan ombak atau tenggelam ke dasar palung dunia? Entahlah kemana uang tersebut larinya, saya disini hanya ingin sedikit bertukar pikiran mengenai kebijakan pemerintah dimana diwakili oleh KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) tentang rencana pembuatan Undang-undang Perlindungan nelayan, petani garam dan petani budidaya. Apakah undang-undang tersebut penting? Menurut saya sangat penting, karena sebagai payung hukum yang nantinya dijadikan sebagai perlindungan bagi nelayan khususnya. Dan apakah kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut sudah relevan terhadapat kondisi nelayan dilapangan saat ini? Bagaimana win-win solution untuk mengurangi kontra di masyarakat? Manakah yang harus diselesaikan dulu, masalah edukasi, ekonomi atau ekologi? Mari saatnya membahas satu persatu dengan ditemani segelas susu dan sebait lagu hehehe.
Diatas saya sudah berpendapat bahwa saya mendukung pembentukan UU perlindungan nelayan. Selama ini nelayan hidup dalam ketidakpastian hukum, hidup dibawah mafia perikanan dan dipermainkan layaknya bola yang dilempar kesana kemari. Pembentukkan UU perlindungan nelayan ini diharap dapat menjamin kehidupan sosial dan ekonomi nelayan kearah lebih baik. Meskipun hasil dan efek dari pembuatan UU ini tidak bisa langsung dirasakan satu atau dua bulan karena semuanya butuh waktu dan merubah permasalahan yang kompleks seperti ini tidan semudah membalikkan telapak tangan. Mari kita sambut dengan tangan terbuka dan ikut mengawal niat baik pemerintah untuk pembangunan disektor maritim khususnya bidang perikanan. Dalam UU tersebut disebutkan dalam bagian kedua tentang sarana dan prasarana mulai pasal 14 sampai seterusnya bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap sarana dan prasarana yang menunjang nelayan untuk beroprasi. Mulai dari kapal,  pelabuhan, jalur transpostasi darat dan masih banyak lagi. Niat baik pemerintah apakah akan kalian dustakan? Oh iya mungkin ini yang menjadi sedikit masalah dikalangan nelayan yaitu tentang pelarangan terhadap penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti cantrang. Nelayan mempermasalahkan karena dengan pelarangan tersebut hasil tangkapan mereka menurun drastis. Nelayan sudah terbiasa sejak dulu tapi mereka tidak sadar bahwa menggunakan perlatan tersebut dapat berakibat merusak ekosistem lingkungan laut. Sedikit melihat data statistik hasil tangakapan ikan dilaut Indonesia menunjukan bahwa terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Apakah yang terjadi? Efek dari illegal fishingatau dari penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan?
Penurunan hasil tangkap ikan disebabkan karena banyak faktor, contohnya adalah illegal fishing dan penggunaan alat tangkap. Maraknya illegal fishing sangat merugikan bagi bangsa Indonesia, berjuta-juta ton ikan Indonesia diangkut oleh kapal dari negara asing. Tetapi akhir-akhir ini masalah tersebut agak sedikit teratasi akibat dari pengawasan wilayah laut Indonesia oleh TNI AL. Kapal-kapal yang terbukti melakukan illegal fishing dibakar tanpa diberi ampunan. Yang menjadi masalah kali ini adalah penggunaan alat tangkap. Dalam peta navigasi daerah tangkapan ikan, sekarang laut jawa sudah melampaui ambang batas MSY (maximum suistanable year). Penangkapan yang terlalu berlebihan adalah penyebabnya. Semua ikan tertangkap oleh jaring nelayan baik itu ikan berukuran kecil maupun besar. Padahal ada ketentuan dari KKP yang menyatakan ukuran ikan yang boleh dijual dipasaran. Jangan salahkan orang lain jika tangkapan nelayan sekerang menurun drastis. Itu semua karena ulah mereka yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem laut. Pantas jika pemerintah melarang untuk pemakaian alat tangkap tak ramah lingkungan. Semua orang pasti tidak ingin bahwa hasil laut kita hilang atau bahkan punah. Oleh karena itu perlu diadakannya kontrol agar keseimbangan ekosistem dapat tercapai. Seolah-olah nelayan hanya bisa mengambil apa yang ada dilaut tanpa bisa menjaga keseimbangan laut.
Hasil tangkapan yang tidak pasti sudah menjadi masalah sehari-hari bagi nelayan. Beberapa solusi adalah dengan mengolah hasil tangkapan mereka menjadi produk olahan. Pengolahan dapat menaikkan nilai jual, yang semula ikan seharga Rp. 20.000 setelah diolah akan harganya bisa mencapai Rp. 100.000,00. Keuntungan yang didapatkan berkali-kali lipat. Saat tangkapan nelayan sepi, diharapkan dengan hasil penjualan produk olahan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Satu lagi solusi yaitu dengan membuat kawasan wisata kampung nelayan. Pembukaan tempat wisata dapat membuka lapangan perkerjaan baru bagi masyarakat sekitar.
Di sini saya bukan bermaksud mengkambing hitamkan nelayan dan menganak emaskan pemerintah. Tapi mari kita saling bersinergi antara pemerinta, mahasiswa dan masyarakat nelayan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Pekerjaan rumah klasik yang dihadapi pemerintah dari tahun ketahun sama, hanya saja beban pemerintah semakin berat akibat dari krisis ekonomi global. Memberikan sosialisasi tetang kebijakan yang dibuat sangatlah penting agar tidak ada dusta diantara pemerintah dan nelayan serta tidak terjadi salah presepsi. Bisa dibilang nelayan Indonesia dalam bidang pendidikan sangat rendah jika dibandingkan dengan nelayan negara lain. Negara Jepang, nelayan adalah orang yang terdidik dengan kompetensi mumpuni. Norwegia dan Amerika nelayan yang berpendidikan tinggi ditunjang oleh sarana dan prasarana yang mendukung. Nelayan Indonesia masih tetap saja memakai ilmu nenek moyang sebagai budaya mereka.

Tingkat pendidikan yang tinggi adalah salah satu indikator bahwa negara tersebut sudah maju. Seperti Pidato Perdana Menteri Jepang yang bertanya bahwa seberapa banyak guru yang tersisa setalah terjadi bom nuklir di Hirosima dan Nagasaki. Mengapa dia tak bertanya seberapa banyak pabrik yang tersisa atau seberapa banyak uang negara jepang? Dia tau bahwa pendidikan itu sangat penting dan menjadi kunci dalam upaya pembanguna sebuah negara. Negara hebat adalah negara yang berkarakter. Masalah klasik tentang pendidikan adalah masalah seluruh rakyat Indonesia. Membangun sebuah sistem pendidikan yang tepat bagi generasi muda calon pemimpin bangsa adalah tugas rumah kita bersama. Ingatkah kita akan hasil survei bahwa pada tahun 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara emas yang banyak diisi oleh usia produktif. Kita yang natinya akan menjadikan negara ini sebagai Indonesia emas pada 2045 nanti. Kita yang akan memipin negara ini. Dan seorang pemimpin butuh sebuah karakter yang kuat. Karakter terbentuk karena sebuah proses yang lama bukan sesuatu yang instan. Oleh karena itu pentingnya pendidikan agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang kuat untuk membangun negara ini. Jayalah perikanan Indonesia, di laut kita jaya di darat kita sejahtera. JALESVEVA JAYAMAHE.
Oleh : Muhamad Rohman Obet

Jalur Sutera adalah perdagangan yang menghubungkan antara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Eropa. Jalur ini berasal dari Cina Kuno. Jalur Sutera diperkirakan mulai ada sejak masa Dinasti Han yaitu sekitar tahun 206 SM. Jalur ini dikenal cukup ramai dengan berbagai hubungan perdagangan antar suku bangsa.
Dinamakan jalur sutera karena pada masa tersebut Cina mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam memproduksi Sutera yang merupakan kain Indah berasal dari kepompong Ulat Sutera, Sehingga Pedagang Cina Melakukan perjalanan ke Barat untuk memperdagangkan sutera begitu juga sebaliknya Pedagang Eropa melakukan perjalan ke Timur untuk mencari tempat asal dari Sutera. Sutera merupakan barang yang bernilai jual tinggi. Hanya dari kalangan atas yang mempunyai kemampuan secara finansial yang bisa memilikinya karena harganya yang mahal. Oleh karena itu Sutera menjadi tolak ukur untuk menilai status sosial dan ekonomi dalam Masyarakat.
Sutera dari Cina menjadi dambaan karena keindahannya, Sehingga hubungan antara Cina, India dan Eropa (Romawi). Cina, India dan Eropa (Romawi) saling mengunjungi untuk kepentingan perdagangan, politik, sekaligus agama.
Cina tercatat sebagai penghasil Sutera sejak ribuan tahun yang lalu. Dengan segala potensi dan sumber daya yang dimiliki, Cina mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam memproduksi Sutera, Sehingga keindahan Sutera dari Cina terkenal sampai Eropa (Romawi) dan menjadi barang yang paling dicari oleh Negara-negara diluar Cina.
Dalam sejarah Cina kuno, produksi sutera mendapatkan apresiasi penuh dari Kekaisaran.  Sebelumnya Sutera hanya dipakai oleh kalangan Orang-orang Kekaisaran saja, Namun karena produksinya yang terus mengalami peningkatan akhirnya berinisiatif untuk menjual Sutera ke berbagai Negara di luar Cina. Sejak itulah hubungan Cina dengan Eropa (Romawi) mulai terjalin.
Akan tetapi perjalanan Orang Cina menuju ke Barat sering kali mendapat hadangan dari suku-suku kecil di Asia Tengah. Mereka adalah Suku-suku yang selalu menjarah barang-barang orang yang melewati daerahnya. Suku tersebut disebut dengan Suku Nomad. Karena seringnya terjadi penjarahan, Maka Kekaisaran Han mengambil keputusan dengan mengirim seorang Jenderal bernama Zhang Qian dalam rangka menjalin hubungan baik dengan Suku Nomad untuk menyelamatkan pedagang-pedangan Cina sekaligus memperluas wilayah kekuasaan.
Asia Tengah merupakan jantung utama dalam jalur sutera penghubung Cina dengan Negara-negara penting lainnya. Banyak dijumpai peninggalan dari peradaban dan kebudayaan tinggi di Jalur Sutera yang berada di Asia Tengah. Aktifitas di Jalur sutera menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah yang ramai dengan berbagai aktifitas pedagang-pedagang dari berbagai Negara. Oleh karena itu Jalur Sutera meninggalkan banyak cerita dan peristiwa penting yang menjadikan cikal bakal hubungan antara Dunia Barat dan Dunia Timur. Pertukaran-pertukaran ide secara langsung maupun tidak langsung terjadi disepanjang Jalur Sutera.
Jalur Sutera terbagi menjadi dua jalur utama yaitu jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara melewati Bulgar-Kipchak menuju Eropa Timur-Semenanjung Crimea , kemudian menuju laut hitam, Laut Marmara, Laut Balkan dan Venesia. Sementara jalur selatan melewati Turkestan-Khurasan menuju Mesopotamia, Anatolia-Antiokiah menuju laut tengah ke Mesir dan Afrika Utara.
Para pedagang tidak hanya menggunakan jalur darat melainkan juga menggunakan jalur laut, Namun pada masa Dinasti Han pedagang-pedagang lebih memilih melewati Jalur darat karena kondisi gografis yang lebih nyaman dilewati dari pada jalur laut.
Menurut sumber sejarah Jalur Sutera dimula dari Changan (sekarang Xi’an) sebuah kota Cina Kuno sampai di pesisir timur Mediterania. Jalur Sutera meninggalkan berbagai macam peninggalan baik berupa percampuran budaya, karya-karya seni dan gagasan-gagasan mengenai kehidupan keagamaan.
Salah satu orang yang melalukan perjalanan di Jalur Sutera adalah Marcoplo. Marcopolo merupakan seorang pedagang dan penjelajah. Marcoplo melakukan perjalanan terinspirasi dari ayah dan pamannya Niccolo dan Maffeo pada saat Dinasti Mongol berkuasa dan menjadi orang yang dipercaya oleh Kubilai Khan yang menjadi Pengusa terkaya di Cina. Marcopolo juga pernah dipenjara setelah terjadi peperangan dengan Geno. Marcopolo juga berbagi cerita dengan teman satu selnya.
Marcopolo lahir pada 15 September 1254. Marcopolo menjelajah dari Venesia ke Sudak, Acre, Baghdad, Samarkhand, Khotan, Khambalik dan sampai di yangzhou (Cina). Marcopolo juga menjelajah dari Cina ke Persia yang merupakan tugas dari Kubilai Khan mengantarkan anaknya menikah dengan Raja Arghun.  Marcopolo menggambarkan tempat yang dikunjungi dalam bukunya.
Dari berbagai macam penjelajahan dan perjalanannya tersebut Marcopolo mendapatkan kekayaan berupa emas, batu dan barang berharga lainnya. Marcopolo juga mendapat penghargaan dan menjadi orang kepercayaan. Pada tahun 1291 Kubilai Khan memberi Marcopolo hadiah berupa barang yang berharga dan pada tahun 1303 Raja Persia memberi Marcopolo 4 medali emas.
Sesampai di Venesia, Maropolo mendapatkan kehormatan dari Orang-orang Venesia. Marcopolo memberikan pelayan-pelayannya baju dari hadiah-hadiah yang diperolehnya. Marcopolo meninggal pada 8 Januari 1324 di Venesia. Kemudian Marcopolo dikuburkan di San Lorenzo.
Karena perjalanan dan penjelajahannya Orang Eropa dapat mengetahui hal-hal yang ada diluar Venesia dan mengetahui budaya-budaya Orang Cina. Marcopolo juga menceritakan tentang Eropa kepada Raja Kubilai Khan. Penjelajah-penjelajah selanjutnya melakukan perjalanan dengan menggunakan jalur yang dilewati Marcopolo untuk pergi ke tempat-tempat yang pernah Marcopolo kunjungi.
Namun dalam perkembangannya Marcopolo yang dinobatkan sebagai salah satu penjelajah terbesar mendapat gugatan. Beberapa Orang berpendapat bahwa Marcopolo sebenarnya tidak pernah menjelajah ke Dunia Timur. Marcopolo diduga hanya mendengarkan dari pedagang Persia yang bertemu di Laut Hitam.
Arkeolog menujukkan sejumlah hal yang tidak konsisten dan akurat dalam tulisan Marcopolo, diantaranya adalah perihal invasi Kubilai Khan dari Mongol terhadap Jepang dan penggambaran kapal armada mongol. Meskipun begitu tulisan Marcoplo cukup membantu dalam penjelasan mengenai Jalur Sutera sebuah jalur perdagangan yang fenomenal.
Selain Marcopolo ada juga tokoh lain yang berjasa dalam penulisan mengenai Jalur Sutera. Tokoh tersebut adalah Sven Hedin seorang berkebangsaan Swedia. Sven Hedin lahir pada tanggal 19 Februari 1865 di Stockholm. Sven Hedin terinspirasi dari penjelajah Arctic, Adolf Erik Nordenskiold. Sejak saat itu Sven Hedin berkeinginan untuk menjadi seorang penjelajah. Setelah mendapatkan gelar doktor di Jerman, Sven Hedin melakukan perjalanan di Persia. Dalam ekspedisinya Sven Hedin secara berani melewati pegunungan dan padang pasir di Asia Tengah.
Sven Hedin merupakan orang pertama yang menggali reruntuhan Kota kuno Budha. Dokumentasi selama perjalanannya digambarkan sendiri dalam lukisan yang membuatnya menjadi orang yang terkenal. Sekembalinya ke Stockholm Sven Hedin mendapatkan kehormatan layaknya seorang Pahlawan yang baru pulang berperang.

Karena keterlibatan politik dalam perang dunia, Sven Hedin mendapatkan kecaman dari musuh-musuh Jerman yang dibelanya. Meskipun begitu Sven Hedin tetap dianggap sebagai orang yang berjasa besar dalam memberikan gambaran tentang Jalur Sutera selain Marcopolo.

Oleh : Bella Tresna Natasha, A.Md

Kemarin adalah salah satu hari paling indah dalam hidupku. Wisuda; satu waktu yang paling dinanti mereka yang mencicipi bangku kuliah. Banyak orang yang menilai berlebihan pada capaianku hari itu. Menyelesaikan studi diploma dalam waktu 2,5 tahun, dengan IPK yang meski tidak luar biasa namun hampir ada di angka 3.5, dengan cukup pengalaman organisasi dan list prestasi yang membuat poin Sistem Kredit Prestasi ku nyaris berada di angka 500 (dengan ketentuan kampus minimal 80 poin). Percayalah, setiap capaian memiliki cerita perjuangannya sendiri. Semua “penyelesaian” ini bermula dari kisah seorang remaja galau yang merasa salah jurusan, merasa sudah gagal dari awal, dan tidak tahu bagaimana bisa bertahan hingga akhir.
Aku mengawali masa kuliah dengan kemuraman. Bagaimana tidak, aku ditolak mentah-mentah oleh program studi yang sudah ku idamkan sejak 5-6 tahun sebelumnya. Ditambah lagi saat itu aku berada di program studi yang tidak ku senangi. Semester pertama, aku sering melewati malam dengan tangisan, masih beum ikhlas dengan takdir. Iri pada mereka yang kuliah S1, sedangkan aku HANYA kuliah D3 dengan jurusan yang entah seberapa besar peluangnya di dunia kerja. Sebagai pelarian, aku mencoba menenggelamkan diri dalam berbagai macam kegiatan dan organisasi kampus. Pada awal perkuliahan, aku sempat aktif di tiga Unit Kegiatan Mahasiswa (semacam ekstrakurikuler di SMA), satu Unit Kegiatan Fakultas, dan Himpunan Mahasiswa Program Studi. Berhasil kah? Lumayan. Boleh lah sedikit stress saat kuliah, tapi bisa bersenang-senang dengan kegiatan organisasi.
Pada semester ketiga, aku kembali mengikuti SBMPTN dan diterima di salah satu kampus. Sayangnya, dengan jurusan yang tidak berbeda jauh dengan jurusanku saat itu. Tentu, di kampus yang baru ini aku diterima di program S1.  Dengan kenekatan, kuliah-lah aku di dua kampus pada semester itu. Pada waktu memutuskannya, aku berpikir, S1 tentu lebih baik daripada D3. Namun untuk melepaskan pendidikan D3-ku yang sudah setengah jalan juga sayang.
Kuliah “double-degree”ku hanya berjalan satu semester. Mengapa? Banyak alasan. Yang pertama, aku tidak menemukan kepuasan seperti yang ku kira akan ku dapat dengan memilih kuliah S1. Tidak ada bedanya, bahkan aku merasa lebih cocok kuliah di D3 mengingat lebih banyaknya praktek yang ku dapat daripada di S1 (aku tipe orang yang tidak terlalu nyaman belajar dengan buku-buku tebal). Kedua, kuliah di dua tempat tersebut semakin membuatku jenuh kuliah. Ibaratnya, sudah eneg dengan sepiring makanan, tapi malah berusaha melahap dua piring. Ketiga, kejenuhan pada kuliah semakin menumbuhkan keberanian untuk mengambil jalanku sendiri dalam mengembangkan passionku. Aku mulai ingin menambah porsi kegiatan-kegiatan yang “berguna” untuk perkembangan passionku.
Semester berikutnya, ku lepaskan kuliah S1-ku demi kuliah D3-ku. Menyesalkah membuang waktu satu semester di tempat lain? Tidak. Dari pengalaman itu, Allah menegurku untuk berhenti mengeluh dan menyalahkan keadaan. Allah menyadarkan bahwa Allah tidak pernah menjerumuskanku, Allah selalu memberikan yang terbaik bagiku. Begitupun dengan kuliahku saat itu. Semester empat, aku sangat fokus pada organisasi dan berbagai kompetisi tanpa meninggalkan kuliah. Pada semester itu-lah aku mulai memasang target untuk segera merampungkan kuliah pada semester lima, dan “membebaskan diri”. Pada saat ini pula aku mulai bekerja sebagai penyiar radio sebagai salah satu cara bagiku untuk “menyicil” karirku kedepannya nanti, tentunya juga sebagai tambahan media penyaluran passion.

Semester lima, bisa dikatakan sebagai semester terberat selama masa perkuliahan. Dimulai dengan perjuangan untuk bisa menjalankan Praktek Kerja Lapangan seorang diri di Bank Indonesia, perjuangan mengurus kelas mata kuliah Agama Islam II untuk merger dengan jurusan lain (karena jurusanku tidak buka mata kuliah itu di semester ganjil), beban mata kuliah yang masih full 24 SKS dijalani bersamaan dengan pengerjaan tugas akhir, tanggung jawab kepengurusan organisasi, dan pekerjaan sebagai penyiar radio yang tentunya harus profesional. Jarang tidur, pola makan tidak karuan, dan beban pikiran yang tidak pernah berkurang sempat membuatku terbaring di rumah sakit beberapa hari menjelang UTS. Semester lima adalah saat dimana aku jarang mengikuti kuis, absen di banyak presentasi, dan minim sumber belajar untuk ujian. Sungguh, perjuangan yang luar biasa sampai akhirnya bisa menyelesaikan semester terakhir tersebut dengan IPK yang masih terselamatkan meskipun turun, dan tetap menyelesaikan tanggung jawab organisasi dengan bantuan teman-teman yang penuh pengertian, serta menambah daftar prestasi.
Kini perjuanganku selanjutnya baru saja meninggalkan garis start. Apa yang akan ku lakukan, masih menjadi rahasia Allah, hehe. Tentu proposal rencana masa depan sudah ku ajukan ke hadapan-Nya, apakah segera di-acc atau ada yang direvisi, aku pun masih penasaran menunggu hasilnya. Yang jelas, saat ini aku tidak lagi khawatir pada satu pertanyaan yang ku sampaikan di awal tulisan ini, tentang seberapa besar peluang kerja dari program studi atau kampusku. Pekerjaan itu soal kemampuan diri sendiri, tidak cukup dengan nama universitas, program studi, bahkan IPK yang kita miliki (statement ini disampaikan oleh seseorang yang sudah pernah bekerja juga lo, bukan hanya ucapan optimistik seorang fresh graduated).
Intinya, dimanapun kalian berada saat ini, wahai calon mahasiswa dan mahasiswa yang sedang berjuang, bersyukurlah karena Tuhan pasti memilihkan tempat terbaik bagi kalian. Jangan berhenti bergerak dan mengutuk tembok di depan kalian, teruslah berlari dan temukan jalan yang lain. Meski memutar dan jaraknya lebih jauh, bukan berarti kalian tidak bisa sampai di tujuan. Percayalah pada kemampuan kalian dan hargai keinginan Tuhan untuk meng-upgrade kemampuan kalian dengan memberikan medan yang terjal. Di dunia ini, tidak ada kesuksesan yang tidak memiliki cerita tentang rasa sakit dan air mata.

Surabaya, 21 Maret 2016
Oleh : Muhamad Rohman Obet

Salam ala Nazi, panji-panji besar dengan simbol-simbol Nazi dan nyanyian-nyanyian rasial mengiringi konvoi sekelompok massa di Kota Roma. Ini bukan terjadi pada zaman Perang Dunia II. Ini adalah ciri khas dukungan dari sebuah sebuah supporter sepak bola dari kesebalasan SS Lazio di Italia. Hal tersebut merupakan ideologi Neo-Nazi yang berkembang di Eropa.
Neo-Nazi adalah ideologi dan gerakan pasca perang dunia II yang bertujuan untuk menyegarkan kembali ideologi Nazi. Sebenarnya ideologi yang digunakan oleh Neo-Nazi berbeda dengan ideologi Nazi, namun Mereka tetap mengagungkan Adolf Hitler, rasisme, patriotisme kaum kulit putih dan militerisme. Beberapa kelompok dan individu yang mendukung ideologi ini mendeklarasikan diri secara terbuka sebagai Neo-Nazi.
Di ranah politik formal, fasisme memang tak pernah mati. Banyak partai-partai politik berbasis paham Neo-Nazi di Eropa. Di Inggris misalnya, terdapat Partai Nasional Inggris (BNP). Partai ini merupakan partai politik sayap kanan ekstrem yang hanya beranggotakan orang kulit putih.
Dalam masalah rasisme di dunia persepakbolaan, Neo-Nazi memiliki peran yang tidak sedikit. Rasisme memang sering menghantui setiap pertandingan di turnamen-turnamen di Eropa. Negara-negara seperti Italia, Perancis, Jerman dan Spanyol kerap mendapat sorotan atas masalah tersebut. Klub-klub seperti AS Roma, Lazio, Paris St. Germain dan lain-lain juga belum bisa keluar dari ancaman masalah rasisme.
Tingkah laku para penonton rasis di negara-negara Eropa seperti Spanyol, Italia dan Inggris sangat mengganggu eksistensi sepak bola sebagai olahraga yang sangat menjunjung tinggi fair play. Masalah rasisme di sepak bola sejalan dengan kecenderungan merebaknya gerakan Neo-Nazi.
Pada ajang Piala Dunia 1934 di Italia, Bennito Mussolini mempertontonkan superioritas fasisme. Mussolini adalah pendukung klub Lazio. Berhubungan ataupun tidak, Ultras Lazion kemudian dikenal sangat rasis. Kelompok Ultras Lazion yang paling ekstrem adalah Irridducibili. Mereka sangat membenci kaum kulit hitam dan bangsa Yahudi.
Kebangkitan rasisme di stadion-stadion sepak bola Italia adalah cermin dari maraknya fasisme di negeri ini. Partai Aliansi Nasional, penerus partai Mussolini mampu merebut perhatian dari khalayak muda. Partai ini bahkan sudah pernah memerintah ketika ikut dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri Silvio Berlusconi beberapa tahun lalu.
Di eropa, partai-partai ultra-kanan memang perlahan-perlahan mulai memperoleh suara signifikan dalam pemilihan umum. Di Perancis, Italia dan Jerman, partai-partai ekstrem kanan ini bisa memperoleh sekitar 10 persen suara. Sementara di Austria, partai kebebasan malah mengejutkan dunia karena berhasil merebut tampuk kekuasaan.

Memang kampanye anti-rasisme digalakkan, tetapi denda terhadap klub dengan penonton kulit putih terus berjatuhan. Disetiap pertandingan banyak tulisan-tulisan “Againt Racism” dipinggiran lapangan, namun hal tersebut dirasa hanya sekedar tulisan tanpa tanggapan dari para pembacanya. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kemajuan Eropa saja rupanya belum cukup untuk meyakinkan kesadaran sederajat. Penghinaan dengan menirukan suara monyet, lemparan kacang dan pisang cukup menjadi bukti bahwa masih banyak manusia yang mengaku beradab namun tidak sadar akan bersederajat. Sepak bola seharusnya memupus semua kesombongan sekat budaya, politik, sosial dan agama, bukan justru sebagai ajanga aktualisasi sosial-politik yang saling menikam. 
Oleh : Muhamad Rohman Obet

Muhammad Al-Fatih lahir 30 Maret 1432 merupakan seorang Khalifah turki Ustmani yang berhasil menaklukan Kekaisaran Romawi Timur (Constatinopel) dalam usianya yang masih remaja. Inilah kota yang dijanjikan Rasululloh SAW akan ditaklukkan oleh Kaum Muslim. Ketika kecil beliau di didik oleh As-Syamsudin dan Muhammad bin Ismail AlQurani. Di tangan sang Guru beliau berhasil menghafalkan alquran. Di usia 14 tahun Al Fatih menjadi pemuda yang cerdas dan taat beragama. Ketika baligh Al Fatih tidak pernah meninggalkan Sholat wajib dan Sunnah. Hingga akhirnya sang Ayah menyerahkan kekhalifahan turki Utsmani ke Al Fatih.
Al Fatih membangun kesultanan serta tekun menyusun strategi untuk menaklukkan benteng konstatinopel.Al Fatih berhasil membangun 200.000 pasukan termasuk pasukan yang terlatih. Seluruh keahlian Pasukkannya ditunjang dengan rohani yang matang. Dia juga membangun persenjataan yang kuat salah satunya adalah meriam terbesar dengan berat 100 ton. Semua itu diperkuat dengan 400 kapal perang. Hal ini membuat gentar kekaisaran Bynzantium di konstatinopel.
Setelah permintaan Muhammad Al Fatih kepada kekaisaran Bynzantium untuk menyerah tanpa pertumpahan darah gagal. Maka saatnya pun tiba pada tanggal 6 april 1453 Muhammad Al fatih memulai serangan ke Kota Konstatinopel dari darat dan laut.Di bawah komando Muhammad Al Fatih yang di dampingi Gurunya Berbagai serangan dilakukan. Untuk menghindari rantai penghalang, kapal-kapal diangkat ke darat menuju ke tanduk mas benteng Konstatinopel ketika musuh sedang lengah Dalam waktu semalam 70 kapal sudah berpindah. Inilah strategi perang terbaik yang kemudian dipuji Dunia.
Strategi lainnya yang mengagumkan, Al Fatih menggali lubang bawah tanah dari tempat yang berdekatan dengan jantung Kota Konstatinopel. Kemudian Al Fatih mendirikan benteng yang terbuat dari kayu mengelilingi Konstatinopel. Benteng di basahi air agar dapat menahan api. Disetiap benteng ditempatkan beberapa Orang dan yang paling atas sudah disiapkan pasukan pemanah. Strategi ini berhasil melumpuhkan perlawanan Bynzantium
Selama peperangan beliau dan tentaranya juga melaksanakan puasa sunnah. Malam harinya mendekatkan diri Kepada Allah SWT. Teriakkan takbir dan semangat jihad menjadi penentu nasib konstatinopel. Hingga akhirnya Konstatinopel tak sanggup mengahadapi serangan pasukan Muslim. Konstatinopel jatuh ditangan kaum Muslimin.
Muhammad Al Fatih masuk ke Kota Konstatinopel dengan kemenangan pada hari selasa 29 Mei 1453. Beliau baru berusia 21 tahun menjadi sultan selama 2 tahun terakhir tetapi sudah dapat menaklukkan kota yang paling terkenal diseluruh dunia yaitu Konstatinopel yang sekarang berubah nama menjadi Istanbul.

Sumber : Khazanah Trans 7
Oleh : Muhamad Rohman Obet



Surabaya merupakan Ibu Kota dari Provinsi paling kaya di Indonesia yaitu Jawa Timur. Surabaya menjadi kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia. Surabaya menyimpan berbagai cerita menarik khususnya bagi Mahasiswa yang untuk sementara menetap di Surabaya guna keperluan pendidikan.
Mendengar kata Surabaya pastilah akan ada beberapa Sterotipe seperti  kotanya yang panas, orang-orangnya kasar dengan imbuhan Jancok disela-sela omongannya, BONEK atau akronim dari Bondo Nekat yang merupakan supporter dari Persebaya dan masih banyak lagi. Banyak sekali sterotipe yang negatif terkait dengan Surabaya. Sebagai orang yang berpendidikan seharusnya tidak mengamini langsung hal tersebut dengan Letterlijk atau dalam Bahasa Jawanya adalah “Saklek” langsung mentah-mentah mengamini sebagai suatu kebenaran. Seperti tuilsan Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya yang berjudul Bumi Manusia yang juga mengambil latar di Kota Surabaya “Jangan Ikut-Ikutan Jadi Hakim Tentang Perkara Yang Tidak Diketahui Benar Tidaknya”.
Orang-orang Surabaya dianggap kasar karena logat bicaranya yang berbeda dengan logat Jawa Mataraman. Surabaya sendiri karena kebudayaannya adalah kebudayaan Arek tentunya mempunyai ciri khas dan identitas sendiri dibandingkan dengan kebudayaan lain seperti Jawa Mataraman, Jawa Pandalungan dll. Selain itu, Orang Surabaya selalu menggunakan imbuhan kata “Jancok” disetiap sela omongannya. Hal tersebutlah yang menjadi aneh ketika dibawa di daerah dengan kebudayaan lain. Orang Surabaya sangatlah identik dengan kata tersebut, bahkan ada yang dengan bangga menyatakan bahwa kata “Jancok” adalah asli Surabaya dan menjadi identitas dari Kota Surabaya.
Dengan gaya bicara khas Surabaya yang blak-blakan tersebut, menjadikan Arek-Arek Suroboyo sebutan bagi orang Surabaya mempunyai tingkat keakraban satu sama lain yang tinggi. Tidak hanya itu, bahkan kata “Jancok” sendiripun dijadikan sebagai nama makanan dan merchandise khas dari Kota Surabaya.
Surabaya memang Kota terpanas yang selama ini Saya (Penulis ) jumpai. Namun dibalik panasnya Kota Surabaya tersebut, menyimpan berbagai cerita yang menarik khususnya bagi para Mahasiswa. Di Kota Surabaya inilah banyak orang-orang ternama lahir. “Surabaya Lebih Besar Dari Yang Kau Kira” itulah judul dari tulisan isinya akan dibagi dalam beberapa poin penting, diantaranya :



A.    Tempat Bagi Ditaklukkannya Pasukan Mongol
Pasukan Mongol tentunya tidak asing di telinga Kita. Kebesaran pasukan ini akibat ekspansinya yang luar biasa dengan menaklukkan daerah daerah yang diinginkannya membuat Pasukan Mongol ditakuti di Dunia pada masa itu. Sebagian bahkan sudah menyerah terlebih dahulu sebelum adanya pertempuran.
Tapi tidak banyak yang tahu bahwa Pasukan sebesar Mongol tersebut pernah di pecundangi di Pulau Jawa tepatnya di Ujung Galuh yang sekarang bernama Surabaya. Hal tersebut terjadi setelah Raden Wijaya yang menjadi Raja Majapahit membantai Pasukan Mongol setelah berhasil menumpas Jayakatwang yang menduduki singgasana Kerajaan Singosari.
Setelah kemenangan dalam pertempuran melawan Pasukan Jayakatwang dengan bantuan Raden Wijaya, Pasukan Mongol berpesta pora hingga mabuk. Rencana Raden Wijaya pun berjalan. Raden Wijaya yang tidak ingin Pulau Jawa dikuasai oleh Pasukan Mongol menyerang Pasukan Mongol yang sedang mabuk berat tersebut. Akhirnya Pasukan Mongolpun kalang kabut dan untuk pertama kalinya mengalami kekalahan dan itu terjadi di Surabaya. (Sumber Buku Gara-Gara Indonesia Karya Agung Pribadi)




B.     Tempat Bagi Pendidikan Para Mubaligh
Di Surabaya terdapat daerah yang dikenal dengan Daerah Ampel Denta atau Ampel. Tentunya tidak asing lagi ditelinga, karena Ampel merupakan tempat bagi Sunan Ampel atau Raden Rahmatulloh. Sunan Ampel dikenal sebagai guru dari para mubaligh. Dari Beliau lahir para mubaligh yang dengan gencarnya menyebarkan Islam di Nusantara. Rasanya tidak akan afdhol apabila Ziarah Wali tidak berkunjung di Makam Beliau Karena Beliau sendiri merupakan guru besar bagi para wali yang ada khusunya di Pulau Jawa.
Nasehat dari Sunan Ampel selalu dijadikan pedoman bagi beberapa pembesar Jawa pada saat itu. Ada sumber juga yang menyatakan bahwa Kerajaan sebesar Majapahitpun akan mendengarkan nasehat-nasehat dari Sunan Ampel yang dikenal dengan ajaran “Moh Limo” tersebut. Surabaya pada masa Sunan Ampel menjadi pusat bagi pertumbuhan agama Islam.



C.     Kota Pelabuhan Terbesar di Asia Pada Masa Hindia Belanda
Mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa Surabaya dimasanya pernah besar dan jaya dengan penghasilan utamanya yaitu Perkebunan Tebu. Kebesaran Surabaya tersebut terjadi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Dalam tulisan Pak Sarkawi yang merupakan dosen dari Jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Airlangga yang dimuat di Jawa Pos edisi tanggal 6 Maret 2016 menyebutkan bahwa pembangunan berbagai infrastruktur seperti rel kereta api, galangan kapal, dan industri, serta penggunaan tenaga uap untuk menggiling tebu membuat Surabaya menjadi salah satu kota pelabuhan modern terbesar di Asia.
Hal tersebut merupakan fakta yang menarik dan belum banyak orang yang mengetahuinya bahwa Surabaya pernah menjadi Kota Terbesar di Asia. Sisa-sisa kebesarannyapun masih ada. Sebagian masyarakat menyuarakan kebesaran Kota Surabaya dengan lantunan lagu “Rek..Ayo Rek..Mlaku-Mlaku Nang Tujungan”. Lagu tersebut merupakan salah satu bentuk memori masyarakat Surabaya akan kebesaran Surabaya yang disuarakan melalui lagu.




D.    Latar Bagi Novel Fenomenal Berjudul “Bumi Manusia” Yang Ditulis Oleh Pramoedya Ananta Toer
Kebesaran Kota Surabaya juga digambarkan dalam novel Bumi Manusia. Novel Bumi Manusia berangkat dari Non-Fiksi dengan latar-latar tempat yang benar-benar ada. Membaca Novel tersebut akan membuat kecintaan terhadap Kota Surabaya menjadi besar. Selain itu, didalamnya terdapat banyak Quote yang menarik. Perkembangan intelektual di Kota Surabaya pada masa Hindia Belanda dikisahkan dalam buku tersebut.




E.     Tempat Pendidikan Awal Bung Karno
Bung Karno Sang Revolusioner merupakan orang yang lahir di Surabaya. Tidak seperti yang kebanyakan orang ketahui saat ini yang menyatakan bahwa Bung Karno berasal dari Blitar. Bung Karno pun mendapat didikan dari Kota Surabaya yang tentunya berpengaruh bagi perkembangan intelektual beliau. Orang yang berpengaruh bagi Dunia tersebut dulunya merupakan murid dari H.O.S Cokroaminoto yang merupakan pemimpin dari Sarekat Islam. Beliau berguru di H.O.S Cokroaminoto bersama dengan Semaun dkk. Selain itu, Bung Karno juga mendapatkan pendidikan di Sekolah milik Belanda yaitu HBS atau Hoogere Burger School.
Siapa yang tek kenal dengan Bung Karno. Ketenaran beliau bahkan hampir di seluruh dunia dengan kegigihan beliau menentang Kolonialisme. Bung Karno menjadi inspirasi bagi negara-negara lain yang dijajah sehingga banyak sekali negara-negara yang merdeka setelah Indonesia merdeka salah satunya berkat Konferensi Asia Afrika yang diadakan pada masa pemerintahan Bung Karno.
\


F.      Kota Sepak Bola
“Kota Sepak Bola Itu Bernama Surabaya”. Ya, itu adalah salah satu tulisan dari Ahmad Arif Chusnuddin yang merupakan kakak tingkat saya di Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga. Tulisan tersebut tentunya tidak tanpa dasar karena Surabaya memang dimasanya pernah dikenal dengan kebesaran klub Sepak Bolanya. Klub Sepak Bola di Surabaya selalu mendominasi di berbagai Kompetisi.
Sepak Bola sendiri dibawa oleh Orang-orang Belanda yang kemudian dikenalkan kepada penduduk pribumi. Dengan cepatnya sepak bola menjadi populer di Surabaya. Terbukti dengan berdirinya beberapa Bond sebutan untuk klub sepak bola dalam bahasa belanda mulai seperti Soerabaiasche Voetbal Bonda milik Belanda dan Soerabaiasche Indische Voetbal Bond milik pribumi yang sekarang dikenal dengan nama Persebaya. Selain itu, HBS atau Hoogere Burger School disebutkan juga mempunyai klub sepak bola sendiri yang cukup terkenal. Soerbaiasche Indische Voetbal Bond atau yang sekarang dikenal sebagai Persebaya juga menjadi pelopor bagi berdirinya PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia).


Setelah kemerdekaan tepatnya pada tahun 80-an, Surabaya menjadi tempat bagi klub-klub besar yang mendominasi di berbagai kompetisi nasional. Mulai dari Persebaya di Liga Perserikatan dan Niac Mitra dan Asyabab yang bermain di Liga Galatama. Banyak sekali tim-tim sepak bola dunia yang pernah bertanding melawan klub-klub besar Surabaya. Bahkan klub sebesar Arsenal pun pernah kalah oleh klub dari Surabaya yaitu Niac Mitra.

Kebesaran Surabaya pun juga diiringi dengan pendukung klub sepak bola tersebut. Bonek akronim jawa dari Bondo Nekat merupakan supporter dari Persebaya. Bonek dulunya dikenal dengan nama Green Force yang kemudian berganti sebutan Bonek. Bonek sendiri berawal dari semangat Arek-Arek Suroboyo yang berperang melawan tentara sekutu. Peperangan tersebut merupakan perang terbesar yang ada setelah perang dunia kedua. Arek-arek Suroboyo dengan Bondo Nekatnya hanya menggunakan senjata seadanya untuk berperang melawan sekutu. 
Bonek merupakan Pelopor bagi supporter modern yang ada di Indonesia. Bonek adalah supporter yang pertama kali mengadakan tour ke luar kandang atau away. “Tret…Tet” adalah istilah untuk tour ke luar kandang bagi Bonek. Bonek juga menjadi pelopor bagi adanya keseragaman bagi pendukung atau supporter. Bonek dengan warna khasnya yaitu ijo berbondong-bondong datang dimanapun tempat Persebaya bermain. (Sumber Buku Bonek Karya Fajar Junaedi)
Mahasiswa dengan Bonek tentunya tidak asing lagi. Banyak dari mereka bahkan memilih kuliah di Surabaya tujuannya hanyalah agar mudah untuk menonton Persebaya berlaga. Kecintaan Mahasiswa dengan Persebaya dibuktikan dengan munculnya banyak komunitas Bonek yang mengatasnamakan Kampus.



Berikut adalah Surabaya dengan segala kebesarannya. Jadi tidak ada alasan untuk kalian tidak betah tinggal di Surabaya karena SURABAYA LEBIH BESAR DARI YANG KAU KIRA!