Oleh : Doni Pebruwantoro
Hari ini adalah tanggal 6 april yang
diperingati sebagai hari nelayan. Saya ucapkan banyak terimakasih kepada para
nelayan Indonesia atas jasa mereka yang telah menyumbangkan banyak devisa
negara meskipun hidup mereka pas-pasan. Mungkin bukan hanya guru saja yang
dibilang pahlawan tanpa tanda jasa dan bukan hanya TKI/TKW yang dibilang
pahlawan devisa negara, mereka para nelayan adalah pahlawan tanpa tanda jasa
sekaligus pahlawan devisa negara.
Luas negara Indonesia
sebagian besar adalah perairan yang mencapai 70% dari total seluruh wilayah
Indonesia, oleh karena itu Indonesia merupakan negara poros maritim terbesar di
dunia. Ikan adalah salah satu harta karun yang tersimpang di dalam tumpukan air
laut. Menurut data FAO 2014 hasil tangkapan ikan nelayan Indonesia hampir
mencapai 5,5 juta ton pada tahun 2012. Akan tetapi ironis rasanya jika kita
melihat kehidupan sehari-hari nelayan di pesisir pantai, jauh dari kata mewah
dan hedonisme. Kemudian kemana larinya uang hasil tangkapan ikan sebanyak 5,5
juta ton tadi? Apakah hanyut ditelan ombak atau tenggelam ke dasar palung
dunia? Entahlah kemana uang tersebut larinya, saya disini hanya ingin sedikit
bertukar pikiran mengenai kebijakan pemerintah dimana diwakili oleh KKP
(Kementerian Kelautan dan Perikanan) tentang rencana pembuatan Undang-undang
Perlindungan nelayan, petani garam dan petani budidaya. Apakah undang-undang
tersebut penting? Menurut saya sangat penting, karena sebagai payung hukum yang
nantinya dijadikan sebagai perlindungan bagi nelayan khususnya. Dan apakah
kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut sudah relevan terhadapat kondisi
nelayan dilapangan saat ini? Bagaimana win-win
solution untuk mengurangi kontra di masyarakat? Manakah yang harus
diselesaikan dulu, masalah edukasi, ekonomi atau ekologi? Mari saatnya membahas
satu persatu dengan ditemani segelas susu dan sebait lagu hehehe.
Diatas saya sudah
berpendapat bahwa saya mendukung pembentukan UU perlindungan nelayan. Selama
ini nelayan hidup dalam ketidakpastian hukum, hidup dibawah mafia perikanan dan
dipermainkan layaknya bola yang dilempar kesana kemari. Pembentukkan UU
perlindungan nelayan ini diharap dapat menjamin kehidupan sosial dan ekonomi
nelayan kearah lebih baik. Meskipun hasil dan efek dari pembuatan UU ini tidak
bisa langsung dirasakan satu atau dua bulan karena semuanya butuh waktu dan
merubah permasalahan yang kompleks seperti ini tidan semudah membalikkan
telapak tangan. Mari kita sambut dengan tangan terbuka dan ikut mengawal niat
baik pemerintah untuk pembangunan disektor maritim khususnya bidang perikanan.
Dalam UU tersebut disebutkan dalam bagian kedua tentang sarana dan prasarana
mulai pasal 14 sampai seterusnya bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap
sarana dan prasarana yang menunjang nelayan untuk beroprasi. Mulai dari kapal, pelabuhan, jalur transpostasi darat dan masih
banyak lagi. Niat baik pemerintah apakah akan kalian dustakan? Oh iya mungkin
ini yang menjadi sedikit masalah dikalangan nelayan yaitu tentang pelarangan
terhadap penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti cantrang.
Nelayan mempermasalahkan karena dengan pelarangan tersebut hasil tangkapan
mereka menurun drastis. Nelayan sudah terbiasa sejak dulu tapi mereka tidak
sadar bahwa menggunakan perlatan tersebut dapat berakibat merusak ekosistem
lingkungan laut. Sedikit melihat data statistik hasil tangakapan ikan dilaut
Indonesia menunjukan bahwa terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Apakah yang
terjadi? Efek dari illegal fishingatau
dari penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan?
Penurunan hasil tangkap
ikan disebabkan karena banyak faktor, contohnya adalah illegal fishing dan penggunaan alat tangkap. Maraknya illegal fishing sangat merugikan bagi
bangsa Indonesia, berjuta-juta ton ikan Indonesia diangkut oleh kapal dari
negara asing. Tetapi akhir-akhir ini masalah tersebut agak sedikit teratasi
akibat dari pengawasan wilayah laut Indonesia oleh TNI AL. Kapal-kapal yang
terbukti melakukan illegal fishing
dibakar tanpa diberi ampunan. Yang menjadi masalah kali ini adalah penggunaan
alat tangkap. Dalam peta navigasi daerah tangkapan ikan, sekarang laut jawa
sudah melampaui ambang batas MSY (maximum
suistanable year). Penangkapan yang terlalu berlebihan adalah penyebabnya.
Semua ikan tertangkap oleh jaring nelayan baik itu ikan berukuran kecil maupun
besar. Padahal ada ketentuan dari KKP yang menyatakan ukuran ikan yang boleh
dijual dipasaran. Jangan salahkan orang lain jika tangkapan nelayan sekerang
menurun drastis. Itu semua karena ulah mereka yang tidak memperhatikan
keseimbangan ekosistem laut. Pantas jika pemerintah melarang untuk pemakaian
alat tangkap tak ramah lingkungan. Semua orang pasti tidak ingin bahwa hasil
laut kita hilang atau bahkan punah. Oleh karena itu perlu diadakannya kontrol
agar keseimbangan ekosistem dapat tercapai. Seolah-olah nelayan hanya bisa
mengambil apa yang ada dilaut tanpa bisa menjaga keseimbangan laut.
Hasil tangkapan yang
tidak pasti sudah menjadi masalah sehari-hari bagi nelayan. Beberapa solusi
adalah dengan mengolah hasil tangkapan mereka menjadi produk olahan. Pengolahan
dapat menaikkan nilai jual, yang semula ikan seharga Rp. 20.000 setelah diolah
akan harganya bisa mencapai Rp. 100.000,00. Keuntungan yang didapatkan
berkali-kali lipat. Saat tangkapan nelayan sepi, diharapkan dengan hasil
penjualan produk olahan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Satu lagi solusi
yaitu dengan membuat kawasan wisata kampung nelayan. Pembukaan tempat wisata
dapat membuka lapangan perkerjaan baru bagi masyarakat sekitar.
Di sini saya bukan
bermaksud mengkambing hitamkan nelayan dan menganak emaskan pemerintah. Tapi
mari kita saling bersinergi antara pemerinta, mahasiswa dan masyarakat nelayan
untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Pekerjaan rumah klasik
yang dihadapi pemerintah dari tahun ketahun sama, hanya saja beban pemerintah
semakin berat akibat dari krisis ekonomi global. Memberikan sosialisasi tetang
kebijakan yang dibuat sangatlah penting agar tidak ada dusta diantara
pemerintah dan nelayan serta tidak terjadi salah presepsi. Bisa dibilang
nelayan Indonesia dalam bidang pendidikan sangat rendah jika dibandingkan
dengan nelayan negara lain. Negara Jepang, nelayan adalah orang yang terdidik
dengan kompetensi mumpuni. Norwegia dan Amerika nelayan yang berpendidikan
tinggi ditunjang oleh sarana dan prasarana yang mendukung. Nelayan Indonesia
masih tetap saja memakai ilmu nenek moyang sebagai budaya mereka.
Tingkat pendidikan yang
tinggi adalah salah satu indikator bahwa negara tersebut sudah maju. Seperti
Pidato Perdana Menteri Jepang yang bertanya bahwa seberapa banyak guru yang
tersisa setalah terjadi bom nuklir di Hirosima dan Nagasaki. Mengapa dia tak
bertanya seberapa banyak pabrik yang tersisa atau seberapa banyak uang negara
jepang? Dia tau bahwa pendidikan itu sangat penting dan menjadi kunci dalam
upaya pembanguna sebuah negara. Negara hebat adalah negara yang berkarakter.
Masalah klasik tentang pendidikan adalah masalah seluruh rakyat Indonesia.
Membangun sebuah sistem pendidikan yang tepat bagi generasi muda calon pemimpin
bangsa adalah tugas rumah kita bersama. Ingatkah kita akan hasil survei bahwa
pada tahun 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara emas yang banyak diisi oleh
usia produktif. Kita yang natinya akan menjadikan negara ini sebagai Indonesia
emas pada 2045 nanti. Kita yang akan memipin negara ini. Dan seorang pemimpin
butuh sebuah karakter yang kuat. Karakter terbentuk karena sebuah proses yang
lama bukan sesuatu yang instan. Oleh karena itu pentingnya pendidikan agar
bangsa Indonesia memiliki karakter yang kuat untuk membangun negara ini.
Jayalah perikanan Indonesia, di laut kita jaya di darat kita sejahtera.
JALESVEVA JAYAMAHE.












