Oleh : Doni Pebruwantoro
Berbicara mengenai sepakbola Indonesia tentunya tak akan lepas dari dunia politik. Yah, jangan salahkan politik jika mereka terlalu mengintervensi dunia sepakbola Indonesia. Jika diputar lagi sejarahnya, sepakbola Indonesia sangat bergantung pada orang-orang politik di negeri ini. Awalnya tim-tim sepakbola Indonesia dibentuk untuk melawan kekuatan kolonial Belanda. PSMS yang dulunya bernama Medansche Voetbal Bond ada di medan, PERSIJA yang dulunya bernama Voetbalbond Indonesische Jacatra ada di Jakarta, PERSIS yang dulunya bernama Verenigde Voetbal Bond ada di Solo, PSIS yang dulunya bernama Voetbalbond Indonesia Semarang ada di Semarang, PERSEBAYA yang dulunya bernama Soerbaiasche Indische Voetbal Bond ada di Surabaya, dan PSM yang dulunya bernama Makassar Voetbal Bond ada di Makasar. Tim-tim tersebut adalah tim yg awalnya dibentuk sebagai perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda melalui sepakbola. Semua tim tersebut kemudian tergabung dalam sebuah kompetisi yaitu Perserikatan. Kompetisi amatir yang dibuat oleh PSSI untuk membuat persepakbolaan Indonesia semakin maju.
Perserikatan kemudian
dijadikan sebagai sebuah adu gengsi antar daerah. Pemerintah daerah bersedia
menggelontorkan dana APBD milyaran rupiah untuk tim-tim kebangggan daerah tersebut.
Hal itu menyebabkan tim sepakboloa Indonesia sangat bergantung pada pemerintah.
Dunia persepakbolaan Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan dunia politik. Para
elit politik menjadikan tim sepakbola sebagai mobilisasi politik dan digunakan
untuk mengeruk masa. Pada era modern sepakbola Indonesia, para petinggi dan
pengurus klub juga menjabat sebagai elit politik. Sebagai contoh Pelita Jaya
adalah milik dari keluarga Bakrie. Akan tetapi kita harus mengucapkan banyak
terimakasih pada para elit politik seperti bapak Bakrie, Jusuf Kalla ataupun
Arifin Panigoro karena beliau rela mengeluarkan uang milyaran rupiah dari
kantong mereka demi membuat sepakbola Indonesia semakin menarik.
Dan sudah kita ketahui
bahwa pemerintah kembali mengintervensi sepakbola Indonesia yaitu dengan membekukan
PSSI yang berimbas pada terhentinya kompetisi sepakbola Indonesia. Sedih memang
jika sepakbola Indonesia berhenti bergulir. Pemain, official, wasit dan segala
elemen dari sepakbola Indonesia merasa sangat dirugikan dengan dibekukannya
kompetisi liga Indonesia. Akan tetapi jika dilihat dari sisi lain, pembekuan
sepakbola Indonesia bisa dijadikan sebagai momen untuk memperbaiki struktur
organisasi PSSI dan kemudian membentuk sebuah kompetisi liga profesional yang
jauh lebih baik, lebih menarik, jauh dari dunia politk dan mafia sepakbola. LPI
(Liga Primer Indonesia) dan LSI (Liga Super Indonesia) yang digadang-gadang
sebagai liga profesional Indonesia sangat jauh jika dikatakan baik. Banyak
pemain yang gajinya belum terbayarkan, mafia sepakbola masih ada dan masih
kesulitan untuk keluar mencari sponsor pendukung keuangan tim.
Entah apalah yang
terjadi di dunia persepakbolaan Indonesia saat ini. Seperti pepatah yang
mengatakan, hidup segan mati pun tak mau. Kompetiisi berjalan dengan banyak
sekali kecurangan, dan niat perbaikan akan tetapi carut-marut persepakbolaan
Indonesia dari tahun ketahun tak pernah terselesaikan. Begitu juga yang terjadi
dengan prestasi sepakbola Indonesia, naik turun yang lebih banyak turunnya. Dalam kompetisi antar negara ASEAN atau yang
dikenal Piala AFF, timnas indonesia belum pernah keluar mengangkat piala juara.
Prestasi terbaik terjadi pada tahun 2000, 2002,2004 dan 2010 yaitu menjadi runner up. Tampaknya timnas Indonesia
lebih suka menjadi nomer dua. Prestasi terbaik dalam ajang SEA GAMES yaitu
membawa pulang medali emas pada tahun 1991. Sudah 25 tahun Indonesia tak pulang
membawa medali emas, selalu kalah dengan negara Thailand, Singapura, Malaysia
dan Vietnam. Dimana macan asia dulu yang sempat mengaung keras dengan kedua
taringnya yang tajam. Apakah macan tersebut masih tertidur lelap dan terlupa
bagaimana caranya untuk bangun dan bangkit dari tidurnya?
Sepakbola dari sisi
kacamata mahasiswa sangat penting. Mahasiswa sebagai makhluk rantauan penghuni
kosan sangat membutuhkan sebuah tontonan sepakbola khususnya sepakbola
Indonesia. Meskipun sepakbola Indonesia tak sehebat dan semenarik EPL maupun La
Liga, setidaknya ada sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia
khususnya mahasiswa jika dapat melihat dan ikut mendukung langsung tim
kebanggan mereka bertanding di stadion. Menari dan bernyanyi bersama dengan
yang lain, bersatu dalam satu warna pakaian. Kemudian dengan kebanggaannya
tersebut, mereka menceritakan kepada teman sekampusnya saat berada di kantin
maupun di warung kopi sebagai bahan pembicaraan. Itulah yang saya dengar saat
berada disekitar teman saya yang merupakan pendukung setia dari klub Persebaya (1927) yaitu bonek.
Angin segar sedang
menerpa sepakbola Indonesia. Kabar bahwa pemerintah akan mencabut keputusan
pembekuan PSSI mulai ramai dibicarakan. Hal ini dapat diartikan bahwa Indonesia
dapat terbebas dari sanksi FIFA dan dapat mengikuti agenda dari FIFA selaku
induk persepakbolaan dunia. Dan jika kabar itu benar, Indonesia dapat ikut
meramaikan Piala AFF dan SEA GAMES yang menjadi sebuah adu gengsi antar negara
ASEAN pada tahun 2016 dan 2017. Membaiklah sepakbola Indonesia, cepat bangun
dari tidurmu. Mengaunglah macan asia, jadilah macan yang benar-benar macan.
Bravo sepakbola Indonesia.

0 komentar:
Posting Komentar